Sastra Zaman Peralihan Hindu-Islam (Hikayat Puspa Wiraja)

     Sulit bagi kita untuk menentukan karya mana yang tergolong dalam sastra zaman peralihan Hindu-Islam. ada beberapa faftor yang menyebabkan hal tersebut, diantaraya : pertama, sastra melayu lama tidak bertarikh dan bersifat anonim, kedua sastra Melayu Lama bertuliskan dengan huruf Arab. Ini berarti sudah masuknya Islam dan huruf jawi pun sudah diciptakan., sastra Melayu lama baru lahir. Ketiga, hasil sastra Melayu yang dianggap tertua, Hikayat Sri Rama, merupakan hikayat yang tidak sunyi dari pengaruh Islam karena salah satu versinya menceritakan bahwa Nabi adam memberikan kekuasaan kepada Rawana yang sedang bertapa. keempat, semua hasil sastra peralihan berjudul hikayat, dan hikayat itu sendiri berasal dari kata Arab yang berarti "Cerita". Nah sekarang pertanyaannya, sastra manakah yang tergolong dalam sastra peralihan?
    

     Sastra Zaman peralihan adalah sastra yang lahir dari pertembungan sastra yang berunsur Hindu dengan pengaruh islam. Salah satu ciri sastra zaman peralihan yang perlu disebutkan disini adalah bahwa sastra zaman peralihan mempunyai dua judul, satu judul hindu dan Satu judul Islam.



     Ada empat belas hikayat yang dibicarakan dibawah ini yang berasal dari zaman peralihan Hindu-Islam.
1.  Hikayat Puspa Wiraja
2.  Hikayat Parang Punting
3.  Hikayat Langgang Buana
4.  Hikayat Si Miskin
5.  Hikayat Berma Syahdan
6.  Hikayat Indra Putra
7.  Hikayat Syah Kobar
8.  Hikayat Koraisy Mengindra
9.  Hikayat Indra Bangsawan
10. Hikayat Jaya Langkara
11. Hikayat Nahkoda Muda
12. Hikayat Ahmad Muhammad
13. Hikayat Syah Mardan
14. Hikayat Isma Yatim

Namun pada blog ini kita akan membahas Hikayat Puspa Wiraja, dan untuk hikayat-hikayat lainnya akan kita bahas pada blog-blog selanjutnya.


Hasil gambar untuk SASTRA
Hikayat Puspa  Wiraja 

    Tersebutlah cerita sebuah negeri yang bernama Astana Pura Negara. Rajanya Bernama Bispu Raja, Sedangkan Permaisurinya bernama Kemala Kisna Dewi. Baginda tersebut mempunyai dua orang anak laki-laki, anak nya yang pertama bernama Jaya Indra dan yang kedua bernama Jaya Cindra. Anaknya yang kedua ini masih dalam keadaan menyusui.
    Pada suatu hari Baginda mendengar bahwa adinda baginda yang bernama Antaraja sedang mufakat dengan semua pegawai dan hulu balangnya yang mud-muda hendak merebut kerajaan. Maka baginda pun sangat masygul dengan duka citanya. pikir baginda, kalau ia melawan antaraja berperang, niscaya banyaklah rakyat yang mati, darah pun banyak tumpah ke bumi. Untuk mengelakkan kejadian ini baginda pun hendak pergi dari negeri. Permaisuri berkata "Patik pun serta Tuanku, karena patik adalah umpama kaus, jikalau tinggal kaus itu, binasalah kaki". Pada malam hari, baginda dua laki istri pun mendukung anak-anak mereka keluar dari negeri Astana Pura Negara, Mereka masuk keluar hutan rimba yang besar dan padang yang laus. Beberapa lama berjalan, hari pun siang dan mereka pun sampai ke tepi sungai, dan berhenti dibawah sebatang pohon kayu. Maka baginda pun mendengar anak burung bayan yang di atas pohon kayu berbunyi mencari ibunya. Hatta anak Baginda pun menangis menginginkan anak burung bayan itu. Biarpun tau bahwa barang siapa yang mencerikan anak burung itu dari ibunya, niscaya menjadi papa, diambil juga anak burung bayan itu untuk ananknya., karena sayang kepada anaknya. Bberapa lama kemudian anak burung itu pun dikembalikan ke sarangnya. Hatta ibu burung itu pun pulang. Diciumnya bau manusia dipatuknya anaknya. 
    Tersebut pula perkataan baginda mendukukung istrinya menyebrang sungai. Tatkala ia kembali, didapatinya anak-anaknya sudah tidak ada ditempat yang ditaruhnya, maka baginda pun rebah pingsan. Setelah sadar dari pingsannya, baginda pun mencari anak-anaknya di tepi pantai, tetapi tidak bertemu. Hatta baginda pun kembali mendapatkan istrinya, tetapi istrinya juga sudh hilang. Maka baginda pun mencari istrinya berkeliling segenap pohon kayu itu, juga tidak bertemu. Akhirnya terpaksa baginda merelakan kehilangannya dan terus berjalan di dalam hutan rimba yang besar. Selang beberapa lama, baginda pun sampailah kepada sebuah negeri. Karena terlalu lelah, baginda pun tidur disebuah balai di luar kota. Tatkala baginda terbangun dari tidurnya, didapati dirinya di atas seekor gajah.
    Seorang menteri mengatakan bahwa baginda telah dipilih oleh gajah untuk menjadi raja dalam negeri itu, karena raja dalam negeri itu sudah mati dan tiada anak yang menggantikannya. Maka baginda pun telah menjadi rajalah di dalam negeri itu, terlalu adil dan murahnya. Hatta terdengarlah berita kepada semua negeri yang takluk, maka segala raja pun datang menghadap baginda dengan membawa persembahan yang banyak. Namun demikian, baginda tidak beroleh kesukaan juga, melainkan dukacita siang dan malam, karena mengingat anak istrinya yang hilang. Syahdan baginda pun menyuruh memberi dirham dan sedekah kepada segala fakir miskin, karena baginda hendak meminta dipertemukan Dewata Mulia Raya dengan anak dan istri baginda. Maka segala fakir dan miskin pun menjadi kayalah.
   Tersebutlah pula perkataan anak baginda yang dua orang itu. Mereka sebenarnya tidak hilang, melainkan diambil oleh seorang nelayan. Nelayan itu membawa mereka pulang kerumah dan memelihara mereka dengan baik. Hatta pada suatu hari, nelayan itu pun mempersembahkan kedua orang anak yang dipungutnya itu kepada baginda untuk mendapat kurnia baginda. Baginda sangat terterik kepada kedua orang "anak nelayan" ini. karena rupa mereka seperti anak-anaknya yang hilang itu. Mula-mula mereka dijadikan biduanda, kemudian dijadikan bentara. Akan nelayan itu, dia pun dianugerahi baginda persalinan dan harta emas yang banyak.
    Pada suatu hari, datanglah seorang nahkoda dari negeri Bijaya Nekerma untuk mengunjungi baginda dan dijamu oleh baginda di dalam istana. Kedua orang bentara pun disuruh pergi menjaga kapal nahkoda itu. Hatta bentara yang muda itu pun mengantuk lalu tidur. Bentara tua membangunkan adiknya serta menceritakan kepada adiknya asal mula mereka menjadi bentara di istana. Adapun cerita Jaya Indra itu semuanya didengar oleh seorang perempuan yang sedang tidur dalam kurung buritan. Dan perempuan itu tidak lain dari bunda mereka, Putri Kemala Kisna Dewi yang hilang dilarikan nahkoda kapal itu. Maka Putri Kemala Kisna Dewi pun keluar mendapatkan anaknya, serta memeluk dan mencium mereka. Peristiwa itu menggemparkan segala orang yang ada di dalam kapal itu. Maing-masing mengatakan bentara yang disuruh baginda menunggu kapal itu berbuat salah dengan istri nahkoda. Baginda murka sekali dan menyuruh salah seorang algojo menangkap mereka, serta membawa mereka keluar Negeri untuk dipenggal lehernya. Putri Kemala Kisna Dewi menangis sambil berteriak-teriak bahwa kedua bentara adalah anaknya yang baru bertemu, sesudah lama bercerai. tetapi kata-katanya tidak dihiraukan orang.
    Tersebut pula perkataan algojo yang membawa kedua bentara untuk dibunuh itu. penunggu pintu disebelah matahari hidup tidak mau membuka pintu karena ia tidak percaya kedua bentara itu berbuat jahat. Lagi pula tidak ada adat dari jaman dulu itu membunuh orang pada ketika tengah malam. Lalu diceritakannya kisah orang yang bertindak dengan tiada usul periksanya. Demikian juga yang dibuat oleh penunggu pintu di sebelah Selatan, Utara, dan di sebelah Maghrib. Cerita yang dikisahkan empat orang penunggu itu berbunyi begini.
1. Seorang raja yang terlalu besar kerajaannya itu hendak mencari saat yang baik untuk mendirikan istana. Seorang ahli nujum berkatabahwa jikalau istana dibangun pada hari dan bulan tertentu, ia akan menjadi emas. Pada saat yang ditentukan itu maka ahli nujum pun memalu gongnya. Tetapi istana yang dibangun itu tidak menjadi emas. Baginda murka dan membunuh ahli nujum itu. Selang beberapa lamanya, seorang peladang mempersembahkan pisang emasnya yang ditanam ketika gong berbunyi. Maka baginda pun menyesallah akan dirinya.
2. Tersebut pula kisah seekor burung bayan yang dipelihara oleh raja. Pada suatu hari, burung bayan itu membawa sebiji buah pauh kepada raja. Katanya barang siapa yang memakan buah pauh itu, tubuhnya akan menjadi seperti warna emas. Maka raja pun menanam buah itu supaya menjadi banyak. Hatta beberapa lamanya, buah pauh itu pun besarlah lalu berbuah. Maka luruhlah buah pauh itu sebuah, tepat pada lubang tedung. Seorang penunggu buah pauh itu mengambilnya dan mempersembahkan kepada raja. Raja memberikannya kepada seorang tua yang memakannya lalu mati. Raja murka sekali, disangkanya burung bayan itu hendak durhaka, lalu dihempaskannya burung  bayan itu, maka burung bayan itu matilah. Hatta raja pun menaruh buah pauh itu, maksudnya untuk diberi makan kepada orang yang berdosa. Seorang penyamun yang memakannya, tubuhnya menjadi seperti warna emas. Raja lalu menyuruh memeriksa hal ini. Kemudian ternyata buah pauh yang diberikan kepada orang tua dulu itu pernah jatuh kelubang ular tedung. Maka raja pun sangat menyesal sebab membunuh burung bayan itu dengan tidak periksa.
3. Tersebutlah perkataan seorang miskin dua laki istri memelihara seekor cerempelai (cerpelai?) yang sangat dikasihi. pada suatu hari, orang miskin suami istri pergi ke huma. Tinggallah cerempelai itu menunggu rumah dan memelihara seorang anak yang masih dalam ayunan. Maka datang seekor ular besar yang menjalar dari bawah ayunan itu dan memagut budak itu., maka budak itupun matilah. Apabila cerempelai melihat ular itu, ia pun menerkam dan menggigitnyasehingga ular itupun matilah. Maka cerempelai itupun duduk di muka pintu dengan mulut yang berlumuran darah . tatkala orang miskin itu pulang kerumah, didapati anaknya sudah mati dan mulut cerempelai itu berlumuran  dengan darah. Cerempelai itu lalu dibunuhnya. Hatta orang miskin itu pun bertemu dengan bangkai ular dan mengertilah ia kejadian yang sebenarnya. Maka ia pun menyesal.
4. Tersebutlah perkataan orang miskin dua laki bini memelihara seekor anjing yang dikasihi Pada suatu hari, orang miskin itupun hendak pergi berlayar dan berpesan kepada anjingnya supaya tinggal menunggui rumah dan memelihara istrinya. Sepeninggal orang miskin itu istrinya zinah dengan seorang laki-laki muda. Pada suatu malam, tatkala orang miskin itu pergi ke perahu menunggu dagangannya, anjing itupun menerkam kerongkongan gendak istri tuannya hingga mati. Apabila istri tuannya itu lari, diikutinya dan diterkamnya pula kerongkongannya hingga mati. Maka anjing itupun duduk menunggu mayat istri tuannya di muka tangga. Apabila orang miskin itu pulang kerumah, didapatinya istrinya mati terlantar di muka pintu tangga dan mulut anjing itu berlumuran darah. Maka dengan tiada periksa lagi, anjing itu ditikamnya dengan lembing yang dipegangnya, dan anjing itupun matilah. Maka ia pun naik kerumahnya dan dilihatnya seorang laki-laki mati didalam biliknya. Mengertilah ia apa yang sudah terjadi.  Maka ia pun menyesal dengan tiada kesudahan.


Maka hari pun sianglah. Keempat orang penunggu pintu pun pergi mendapatkan ahli nujum yang terbesar didalam negeri dan menceritakan hal bentara dua orang yang hendak dibunuh baginda itu. Ahli nujum itu lalu membawa keempat orang penunggu pintu pergi menghadap baginda  dan memohon baginda memeriksa perkara bentara yang dua orang itu. Bentara yang dua orang itu lalu dipanggil. Dari Cerita Jaya Indra tahulah baginda bahwa bentara dua orang itu tidak lain dari anak-anaknya yang sudah hilang. Baginda lalu terjun dari atas singasana, memeluk dan mencium mereka sambil menangis. Putri Kemala Kisna Dewi juga dijemput dari kapal nahkoda. Nahkoda kapal itu mengatakan dia tidak pernah menjamah tubuh tuan Puteri, menghampiri pun tidak, karena setiap kali ia hendak mendekati tuan putri, ia pun merasa tubuhnya menjadi panas seperti api. Baginda pun bahagia sekali mendengar keterangan nahkoda kapal itu. Segala bunyi-bunyian lalu dipalu, maka seisi negeri pun ramailah bersuka-suka. Putri Kemala Kisna Dewi juga dijadikan permaisuri. Maka beberapa lamanya baginda di dalam kerajaan, tiada orang yang dianiaya dan teraniaya di dalam negeri itu. Hatta beberapa lamanya, baginda pun hendak berbuat kebaktian dan ibadat kepada Dewata Mulia Raja dan merajakan anaknya Jaya Indra di dalam negri Semanta Pura Negara. 

    Tersebutlah perkataan Antaraja mamanda baginda yang jadi raja di negeri Astana Pura Negara. Hatta Antaraja pun sakit lalu hilang, dan negeri Astana Pura Negara pun sunyilah, karena tiada orang yang patut menjadi raja di dalam negeri. Utusan lalu dikirim ke negeri Semanta Pura Negara untuk memohon raja. Sebelum berpisah, Jaya Indra berpesan kepada adindanya supaya jangan mengubah istiadat yang dulu dan senantiasa menghukum dengan hukum yang adil dan mengasihi segala menteri, pengawal hulubalang sekalian. Maka kedua raja itu pun tetaplah menjadi raja dalam negeri masing-masing.



SUMBER
DR. LIAW YOCK FANG ; SEJARAH KESUSASTERAAN MELAYU KLASIK








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hikayat Si Miskin atau Hikayat Marakarma ( R.O Winstedt, 1922a: 41-45)

Hikayat Parang Punting